Beda PPH 21 dan 23: Perbedaan dan Implikasinya dalam Pajak Penghasilan

Salah Satu yang Perlu Diketahui: Pajak Penghasilan 21 (PPH 21) dan Pajak Penghasilan 23 (PPH 23)

Sahabat Onlineku, saat ini kita akan membahas topik yang relevan dan penting dalam dunia perpajakan di Indonesia, yaitu perbedaan antara Pajak Penghasilan 21 (PPH 21) dan Pajak Penghasilan 23 (PPH 23). Dalam prakteknya, banyak orang yang masih bingung dan seringkali keliru dalam memahami beda kedua jenis pajak ini. Oleh karena itu, artikel ini akan memberikan penjelasan yang jelas dan terperinci mengenai perbedaan-pembedaan serta implikasi penting dari PPH 21 dan PPH 23.

Pendahuluan

Sebelum kita masuk ke pembahasan yang lebih dalam, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu apa itu PPH 21 dan PPH 23. Pajak Penghasilan, atau yang lebih dikenal dengan singkatan PPh, merupakan pajak yang dikenakan pada penghasilan yang diperoleh oleh warga negara Indonesia, baik berupa penghasilan dari dalam negeri maupun dari luar negeri. PPh ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sekaligus Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang PPH.

PPH 21 dan PPH 23 adalah jenis-jenis PPh yang berbeda pengenaan dan pengaturannya, serta memiliki implikasi yang berbeda pula. PPH 21, seringkali disebut juga sebagai PPh Pasal 21, merupakan pajak yang dikenakan secara final atas penghasilan dari pekerjaan yang diterima atau diperoleh oleh pegawai atau karyawan. Sementara itu, PPH 23, atau PPh Pasal 23, adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang berasal dari bunga, royalti, sewa, dan jasa teknik.

Dalam praktiknya, perbedaan PPH 21 dan PPH 23 terletak pada objek pengenaan, tarif, dan kewajiban pelaporan serta penyetoran. Dalam tabel berikut ini, kita dapat melihat perbandingan detil antara PPH 21 dan PPH 23:

PPH 21 PPH 23
Objek Pengenaan Penghasilan dari pekerjaan Bunga, royalti, sewa, jasa teknik
Tarif 5% – 30% 15%
Pelaporan SPT PPh 21 SPT PPh 23
Penyetoran Bulanan Mingguan

Implikasi dari perbedaan tersebut dapat dirasakan oleh dua belah pihak, baik pemberi kerja atau pengusaha maupun pihak yang menerima penghasilan. Bagi pemberi kerja, pembayaran PPH 21 dilakukan dengan cara pemotongan langsung pada penghasilan karyawan. Sedangkan bagi pihak yang menerima penghasilan, pembayaran PPH 23 dilakukan dengan cara pemotongan oleh pemberi penghasilan saat pembayaran dilakukan.

Kelebihan PPH 21 terletak pada kemudahan dalam pengenaan, karena pengenaannya dilakukan pada saat pembayaran gaji bulanan. Selain itu, PPH 21 juga memiliki tarif yang lebih variatif, tergantung pada besaran penghasilan yang diterima oleh karyawan. Sedangkan PPH 23 memiliki kelebihan dalam pelaporan dan penyetoran, karena dilakukan secara mingguan yang memungkinkan arus kas lebih teratur dan penghasilan dinikmati secara langsung oleh pihak yang menerima.

Namun demikian, PPH 21 juga memiliki kekurangan, yaitu adanya kemungkinan penarikan pajak melebihi kewajiban yang seharusnya terlepas dari terjadinya perhitungan kembali pada saat pelaporan SPT tahunan. Pada sisi lain, PPH 23 memiliki kekurangan pada proses pelaporan yang terbilang lebih rumit, karena melibatkan perhitungan bunga, royalti, sewa, dan jasa teknik yang cenderung kompleks untuk dihitung secara teliti.

Frequently Asked Questions (FAQ)

1. Apakah saya termasuk dalam subjek pajak PPH 21 atau PPH 23?

Anda termasuk dalam subjek PPH 21 jika Anda menerima penghasilan dari pekerjaan sebagai pegawai atau karyawan. Sedangkan, Anda akan dikenakan PPH 23 jika Anda mendapatkan penghasilan dari bunga, royalti, sewa, atau jasa teknik.

2. Apa beda tarif PPH 21 dan PPH 23?

Tarif PPH 21 berkisar antara 5% hingga 30% tergantung pada besaran penghasilan yang diterima oleh karyawan. Sementara itu, tarif PPH 23 adalah tetap sebesar 15% tanpa adanya perubahan berdasarkan pertimbangan besaran penghasilan.

3. Bagaimana cara pelaporan PPH 21 dan PPH 23?

Untuk PPH 21, pelaporan dilakukan melalui SPT PPh 21 yang diisi dan diserahkan oleh pemberi kerja. Sedangkan untuk PPH 23, pelaporan dilakukan melalui SPT PPh 23 yang diisi dan diserahkan oleh pemberi penghasilan yang membayar bunga, royalti, sewa, atau jasa teknik.

4. Berapa frekuensi penyetoran PPH 21 dan PPH 23?

Penyetoran PPH 21 dilakukan secara bulanan oleh pemberi kerja, sementara penyetoran PPH 23 dilakukan secara mingguan oleh pemberi penghasilan yang membayar bunga, royalti, sewa, atau jasa teknik.

5. Apa yang terjadi jika saya tidak melaporkan atau membayar PPH 21 atau PPH 23?

Jika Anda tidak melaporkan atau membayar PPH 21 atau PPH 23 sesuai ketentuan yang berlaku, Anda dapat dikenakan sanksi administratif dan perdata sesuai dengan peraturan yang berlaku.

6. Bagaimana cara menghitung besaran PPH 21 yang harus dibayarkan?

Besaran PPH 21 dihitung berdasarkan tarif yang berlaku yang dikenakan pada penghasilan karyawan dan dikurangi dengan pengurang-pengurang atau potongan-potongan yang berlaku.

7. Apakah PPH 21 dan PPH 23 masih berlaku dengan adanya perubahan perpajakan?

Ya, sampai saat ini PPH 21 dan PPH 23 masih berlaku sebagai aturan pajak penghasilan yang mengatur pengenaan pajak terhadap penghasilan karyawan dan penghasilan dari bunga, royalti, sewa, dan jasa teknik.

Kesimpulan

Setelah memahami perbedaan dan implikasi dari PPH 21 dan PPH 23, penting bagi kita untuk memahami hak dan kewajiban kita sebagai warga negara yang wajib membayar pajak. Pemahaman yang baik akan membantu kita dalam merencanakan keuangan pribadi dan perusahaan dengan lebih baik, serta memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Sebagai kesimpulan, perbedaan PPH 21 dan PPH 23 terletak pada objek pengenaan, tarif, kewajiban pelaporan, dan penyetoran. PPH 21 dikenakan pada penghasilan dari pekerjaan dengan tarif yang bervariasi, sedangkan PPH 23 dikenakan pada penghasilan dari bunga, royalti, sewa, dan jasa teknik dengan tarif yang tetap. Masing-masing jenis pajak ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, serta implikasi yang perlu diperhatikan dalam perencanaan keuangan.

Semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda dalam memahami perbedaan PPH 21 dan PPH 23. Tetap patuhi kewajiban perpajakan, dan jangan ragu untuk menghubungi ahli perpajakan jika Anda memiliki pertanyaan atau kebingungan lebih lanjut. Terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam artikel-artikel perpajakan selanjutnya. Salam sukses dan sejahtera!

Kata Penutup

Semua informasi yang terdapat dalam artikel ini telah disusun dengan teliti berdasarkan referensi yang terpercaya. Namun, penulis tidak bertanggung jawab atas segala kesalahan atau kerugian yang timbul akibat penggunaan informasi ini. Artikel ini tidak dimaksudkan sebagai pengganti nasihat atau konsultasi pajak profesional. Untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut dan nasihat khusus terkait perpajakan, disarankan untuk mencari bantuan dari akuntan atau konsultan pajak yang berkualifikasi.